Information Technology

Urbanisasi adalah fenomena global yang tak terbendung. Menurut PBB (United Nations, 2019), lebih dari 68% populasi dunia diproyeksikan tinggal di kawasan perkotaan pada tahun 2050. Lonjakan ini membawa tantangan besar: kemacetan lalu lintas, konsumsi energi tinggi, polusi, hingga tekanan pada infrastruktur publik. Untuk menjawab persoalan kompleks ini, lahirlah konsep kota digital berbasis Edge Intelligence—kombinasi antara kecerdasan buatan (AI) dan edge computing yang bekerja langsung di dekat sumber data.

Dalam kota digital, sensor IoT tersebar di berbagai titik: lampu jalan, kendaraan, gedung, hingga sistem transportasi. Data yang dihasilkan setiap detik jumlahnya sangat masif. Jika semua data harus dikirim ke cloud, maka akan ada hambatan latensi, biaya bandwidth tinggi, serta risiko keamanan. Di sinilah Edge Intelligence berperan. Dengan memproses data langsung di perangkat edge (misalnya gateway lokal atau server kecil di dekat infrastruktur kota), keputusan dapat dibuat secara real-time.

Contohnya, sistem lalu lintas berbasis Edge Intelligence mampu menyesuaikan lampu merah secara dinamis berdasarkan kondisi jalan, atau kendaraan otonom bisa langsung mengambil keputusan tanpa harus menunggu respon cloud. Menurut Shi et al. (2016), arsitektur edge computing mampu memangkas latensi hingga 80% dibanding pemrosesan cloud murni, sehingga sangat ideal untuk kota yang menuntut respons cepat.

Selain transportasi, energi kota juga bisa dikelola lebih efisien. Smart grid dengan Edge AI mampu menyeimbangkan pasokan listrik dari energi terbarukan, memprediksi lonjakan konsumsi, hingga mencegah pemadaman massal. Zhou et al. (2019) mencatat bahwa Edge Intelligence dalam smart grid dapat meningkatkan efisiensi distribusi energi hingga 25%. Hal yang sama berlaku pada pengelolaan limbah, keamanan publik, dan layanan kesehatan digital.

Dari sisi keberlanjutan, kota digital berbasis Edge Intelligence membantu mengurangi jejak karbon. Karena pemrosesan dilakukan lokal, kebutuhan pusat data raksasa dan konsumsi energi untuk transmisi data dapat ditekan. Xu et al. (2021) menekankan bahwa integrasi Edge AI dalam kota pintar adalah fondasi penting menuju Industri 5.0, di mana teknologi berkolaborasi dengan manusia untuk menciptakan masyarakat lebih berkelanjutan dan inklusif.

Namun, implementasi kota digital dengan Edge Intelligence bukan tanpa tantangan. Infrastruktur edge masih membutuhkan investasi besar, standardisasi antar vendor IoT belum seragam, serta isu privasi data publik harus dikelola dengan serius. Meski begitu, tren global menunjukkan bahwa banyak kota besar—dari Singapura, Barcelona, hingga Shenzhen—sudah mengadopsi pendekatan ini sebagai strategi utama menghadapi urbanisasi.

Dengan Edge Intelligence, kota digital bukan sekadar kumpulan teknologi, tetapi ekosistem cerdas yang mampu merespons kebutuhan warga secara cepat, aman, dan berkelanjutan. Urbanisasi tidak lagi dipandang sebagai ancaman, melainkan peluang untuk membangun masa depan perkotaan yang lebih adaptif, hijau, dan manusiawi.


Referensi
  1. Shi, W., Cao, J., Zhang, Q., Li, Y., & Xu, L. (2016). Edge Computing: Vision and Challenges. IEEE Internet of Things Journal, 3(5), 637–646. https://doi.org/10.1109/JIOT.2016.2579198
  2. Zhou, Z., Chen, X., Li, E., Zeng, L., Luo, K., & Zhang, J. (2019). Edge Intelligence: Paving the Last Mile of Artificial Intelligence With Edge Computing. Proceedings of the IEEE, 107(8), 1738–1762. https://doi.org/10.1109/JPROC.2019.2918951
  3. Xu, X., Lu, Y., Vogel-Heuser, B., & Wang, L. (2021). Industry 4.0 and Industry 5.0—Inception, Conception and Perception. Journal of Manufacturing Systems, 61, 530–535. https://doi.org/10.1016/j.jmsy.2021.10.006
  4. United Nations. (2019). World Urbanization Prospects: The 2018 Revision. Department of Economic and Social Affairs, Population Division. https://population.un.org
  5. Batty, M. (2018). Artificial Intelligence and Smart Cities. Environment and Planning B: Urban Analytics and City Science, 45(1), 3–6. https://doi.org/10.1177/2399808317751169
Secret Link