
Di tengah tekanan perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, dan keterbatasan lahan, ketahanan pangan menjadi isu global yang semakin mendesak. Jawaban terhadap tantangan ini tidak lagi hanya bergantung pada peningkatan produksi, tapi juga pada bagaimana kita menggunakan teknologi untuk memahami, mengatur, dan mengoptimalkan seluruh proses pertanian. Di sinilah Internet of Things (IoT) mengambil peran krusial sebagai penggerak revolusi pertanian cerdas.
IoT menghadirkan kemampuan untuk menghubungkan sensor, perangkat, dan mesin pertanian ke dalam satu sistem informasi yang bekerja secara real-time. Tanah, udara, suhu, kelembapan, bahkan pergerakan hama—semuanya bisa dimonitor dan dianalisis tanpa kehadiran fisik petani di lapangan. Dengan data yang dikumpulkan dari sensor tersebut, sistem mampu memberikan rekomendasi pemupukan, irigasi, hingga waktu panen secara presisi. Pertanian pun bergeser dari aktivitas yang bergantung pada intuisi menjadi sistem berbasis bukti dan data.
Di India, misalnya, platform berbasis IoT bernama Nano Ganesh memungkinkan petani mengendalikan pompa air dari jarak jauh menggunakan ponsel sederhana. Inovasi ini menghemat air dan energi, sekaligus meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Di Eropa, penggunaan sensor tanah dan drone pemantau tanaman telah menjadi praktik umum dalam sistem pertanian presisi yang mampu meningkatkan efisiensi hingga 30%. Sementara di Indonesia, inisiatif seperti e-Fishery dan iGrow telah membuktikan bahwa teknologi bukan hanya untuk petani besar, tapi juga dapat diadopsi petani kecil untuk meningkatkan produktivitas dan transparansi hasil usaha tani mereka.
Namun, adopsi IoT dalam pertanian bukan sekadar soal alat. Tantangan utamanya justru terletak pada konektivitas wilayah pedesaan, biaya investasi awal, serta literasi digital para petani. Infrastruktur jaringan yang terbatas membuat banyak wilayah subur belum tersentuh teknologi. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, startup agritech, universitas, dan operator telekomunikasi menjadi penting untuk memastikan bahwa teknologi ini tidak hanya canggih, tetapi juga inklusif.
Penerapan IoT juga membuka pintu baru dalam pengambilan keputusan strategis. Data yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan oleh pemangku kebijakan untuk memetakan daerah rawan pangan, mengatur distribusi logistik pertanian, serta menyusun kebijakan subsidi yang lebih tepat sasaran. Di sinilah integrasi teknologi informasi dengan pertanian bukan hanya soal produksi, tetapi juga tentang membangun ekosistem ketahanan pangan nasional yang tangguh.
Ketika ladang-ladang dihubungkan ke internet, petani mendapatkan lebih dari sekadar data—mereka mendapatkan kendali. IoT bukan lagi sekadar teknologi futuristik, melainkan alat pemberdayaan yang nyata. Dalam upaya menjaga pasokan pangan yang berkelanjutan di tengah dunia yang tidak pasti, pertanian cerdas berbasis IoT adalah investasi strategis yang tidak bisa ditunda. Karena masa depan ketahanan pangan, sejatinya, dibangun dari konektivitas informasi dan kepekaan terhadap setiap tetes air, setiap derajat suhu, dan setiap benih harapan yang tumbuh di atas tanah.
Referensi Ilmiah
- Wolfert, S., Ge, L., Verdouw, C., & Bogaardt, M.-J. (2017). Big data in smart farming – A review. Agricultural Systems.
- Li, L., et al. (2020). Internet of Things (IoT) for smart agriculture: Technologies, practices and future direction. Computers and Electronics in Agriculture.
- Ray, P. P. (2017). Internet of Things for smart agriculture: Technologies, practices and future direction. Journal of Ambient Intelligence and Smart Environments.
- Kamilaris, A., & Prenafeta-Boldú, F. X. (2018). Deep learning in agriculture: A survey. Computers and Electronics in Agriculture.
- Elijah, O., et al. (2018). An overview of Internet of Things (IoT) and data analytics in agriculture: Benefits and challenges. IEEE Internet of Things Journal.